“Hai saudara-saudara yg kukasihi, ingatlah hal ini : Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah”. (Yakobus 1:19)
Menurut seorang filsuf Yunani Aristoteles 384 SM-322 SM, kita adalah “apa yg kita lakukan secara terus menerus”. Jadi kalau kita terus menerus marah atau marah-marah, maka hal itu bukanlah lagi merupakan suatu tindakan ; melainkan telah menjadi suatu kebiasaan kita. Dengan demikian kita sudah menjadi seorang pemarah.
Setiap orang bisa menjadi marah, dan itu adalah hal yg mudah. Tetapi menjadi marah pada orang yg tepat, pada permasalahan yg tepat, pada waktu yg tepat , dan dg cara yg tepat ; maka hal itu bukanlah suatu hal yg mudah, sebab tidak semua orang bisa melakukannya.
Contoh: Seringkali kita bisa kelebihan marahnya yaitu sampai matahari terbenam, lalu besok bangun pagi, begitu ingat lagi akan hal kemarin, kita jadi marah lagi dan seterusnya. Itu artinya kita sudah memberikan kesempatan pada Iblis untuk menggoda/menipu kita dan membuat kita jatuh kedalam dosa. (Efesus 4:26-27)
Bolehkah kita marah? Sedapat-dapatnya jangan marah dan kendalikanlah perkataan kita. Tetapi kalau memang benar-benar perlu; maka marah tentu saja boleh; asalkan janganlah amarah kita & kata-kata itu, membuat kita jadi berdosa dihadapan Allah.
Contoh : Yesus sendiri juga bisa berkata-kata tegas & marah. Ketika Yesus mengusir dan membalikkan meja-meja orang yang berdagang di bait Allah. (Markus 11:15-17) Sebab memang seharusnya bait Allah diperuntukkan sebagai rumah doa bagi segala bangsa, bukan untuk dijadikan sarang penyamun.
Sebab perkataan kita yg tegas & marah, seringkali diperlukan untuk menunjukkan pada sesuatu yang tidak benar. Marah karena ketidak-adilan, marah karena kesewenang-wenangan, atau marah karena orang menghujat Allah....dll.
Sebaliknya kalau kita tidak bisa berkata-kata tegas & marah, maka ketidak-mampuan/ketidak-mauan kita untuk berkata-kata tegas & marah itu, justru itu adalah salah.
Contohnya adalah imam Eli yang tidak bisa berkata tegas & marah kepada anak-anaknya, padahal mereka sudah menghujat Allah. Hal ini mengakibatkan Eli dan anak-anaknya dihukum oleh Tuhan. (1 Samuel 3:13-14)
Marah itu boleh, tetapi suka marah-marah atau jadi orang pemarah; itu jelas tidak boleh. Itu artinya kita sudah jadi tukang marah dan tukang mengomel atau tukang mengeluh.
Kita perlu ingat bahwa hikmat Tuhan melalui Salomo, penulis kitab Amsal, sudah mengingatkan kita, bahwa orang yg pemarah akan ditinggalkan atau dikucilkan oleh teman-temannya atau oleh anggota keluarganya sendiri. Dan tidak akan ada orang yg mau bergaul/berteman dg seorang pemarah. (Amsal 21:19 , 22:24) Sangat menyedihkan bukan ?!!!
Jadi, sebagai orang yg percaya kepada Tuhan, sesuai dg nas tersebut diatas, kita perlu setiap hari melakukan firmanNya ini, yaitu : Setiap kita hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah. Sebab amarah kita tidaklah akan mengerjakan kebenaran dihadapan Allah. Karena itu buanglah segala yg kotor dan kejahatan yg sudah begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah kembut firman Tuhan yg tertanam didalam hati-kita , yg berkuasa menyelamatkan jiwa kita. (Yakobus 1:19-21)
Doa kami:
Tuhan Yesus tolonglah kami agar kami mampu mengendalikan lidah kami & emosi kami, agar ibadah kami kepadaMu selama ini, tidaklah menjadi sia-sia. Amin