“Diberkatilah orang
yg mengandalkanTuhan dan yg menaruh harapannya pada Tuhan.......” (Yeremia
17:7-8)
Yohannes Bosco
dilahirkan di desa Becchi dekat Castelnuovo, Keuskupan Turin-Italia
pada tanggal 16 Agustus 1815 Ia adalah anak terkecil dari Francesco
Bosco (1780–1817) dan Margeret Occhiena. Ia memiliki dua saudara laki-laki yang
lebih tua, yaitu Antonio dan Giuseppe (1813–1862). Pada masa kelahirannya,
penduduk wilayah pedesaan Piedmont sedang mengalami kekurangan dan kelaparan, sebagai akibat
dari peperangan era Napoleon dan kekeringan yang
melanda pada tahun 1817 Ayahnya meninggal waktu ia masih kecil, sehingga ia
mengalami masa kecil yang prihatin.
Setelah ditahbiskan
menjadi Imam pada usia 26 tahun, Yohannes Bosco banyak berkarya di bidang
pendidikan kaum muda telantar di kotanya. Sejak masih muda, dia memang sering
mengumpulkan anak-anak. Awal mula karya Yohannes Bosco untuk anak telantar terjadi
ketika suatu pagi, dia sedang bersiap-siap merayakan Komuni/Ekaristi, lalu datang
seorang anak gelandangan. Yohannes Bosco memberikan perhatian kepada anak
tersebut sehingga dia merasa senang dan berjanji akan datang kembali. Beberapa
hari kemudian, anak itu kembali membawa teman-teman gelandangan lain yang
berpakaikan kumal, berwajah lesu, kelaparan, kurang sopan, dan kasar dalam
bertutur kata. Yohannes Bosco tetap menerima mereka dan sejak saat itu, ratusan
anak muda berkumpul setiap hari di kapel dan pada malam hari mereka menuntut
ilmu di sekolah yang dibuka khusus untuk mereka. Dengan pandangan praktis namun
penuh humor, dia berhasil menjadi pendidik sejati yang tidak bertolak pada
teori buku-buku, tetapi lebih kepada kebutuhan konkret karena dia mengerti jiwa
kaum muda. Ia membimbing kaum muda dengan tegas tanpa kekerasan, yaitu dengan
mengikut sertakan mereka dalam usaha saling mendidik. Karena keletihan dengan
kerjanya yang tak kunjung habis, Yohannes Bosco meninggal pada tanggal 31
Januari 1888 di Turin.
Yohannes Bosco
menulis hal yg sebagai berikut semasa hidupnya:
Jika ada satu hal
yang tidak bisa dipungkiri mengenai manusia, adalah bahwa kita semua ingin
bahagia. Kita mendambakan damai sejahtera, sukacita/kegembiraan yang tidak
terbatas dan tidak pernah berakhir.
Masalahnya, kita
sering mencari kebahagiaan di tempat-tempat yang salah, yang meninggalkan diri
kita frustrasi dan sedih. Berlimpahnya buku self-help (menolong diri
sendiri) menunjukkan bahwa kita begitu membutuhkan panduan untuk menjalani
hidup yang baik.
Dia menemukan rahasia
untuk benar-benar bahagia. Dia sendiri adalah seorang pria yang telah mengalami
banyak pencobaan, tetapi juga menjalani hidup yang penuh dengan kegembiraan dan
sukacita. Yohannes Bosco begitu bahagia sehingga dia sering tidak mampu
menahannya. “Teman yang terkasih,” begitu dia menulis kepada seorang rekannya,
“Aku adalah seseorang yang menyukai sukacita dan karenanya berharap untuk
melihatmu dan semua orang bahagia. Jika kamu melakukan seperti yang aku
katakan, kamu akan memiliki hati yang penuh damai sejahtera, sukacita dan
gembira.”
Jadi, bagaimana Yohannes Bosco menemukan kebahagiaan yang
sejati? Inilah enam hal yang dia rekomendasikan bagi kita umatNya untuk
menjalani hidup yang bersukacita:
Pertama: Hiduplah
untuk Allah saja.“Berikanlah kepada Allah segala kemuliaan terbesar dan
hormatilah Dia dengan seluruh jiwamu. Jika kamu sadar bahwa kamu memiliki dosa,
singkirkanlah dosa tersebut sesegera mungkin melalui Pengakuan Dosa yang baik”.
Kedua: Jadilah pelayan bagi sesama. “Jangan menyakiti siapapun. Di atas
segalanya, milikilah kerelaan untuk melayani orang lain. Tuntutlah dirimu lebih
daripada kamu menuntut orang lain”. Ketiga: Berhati-hatilah dalam pergaulanmu.“Janganlah
mempercayai mereka yang tidak beriman kepada Allah dan tidak mentaati
perintah-Nya. Sebab mereka tidak akan ragu untuk menghina Tuhan dan tidak
memberikan kepada-Nya apa yang seharusnya mereka berikan; mereka akan memiliki
lebih sedikit keraguan untuk menghinamu dan bahkan mengkhianatimu ketika
saatnya tepat bagi mereka”. Keempat: Berhati-hatilah dengan pengeluaranmu.“Jika
kamu tidak ingin hancur, jangan membuat pengeluaran yang lebih banyak daripada yang
kamu hasilkan. Kamu harus selalu mengingat hal ini dalam pikiranmu dan selalu
mengukur kemampuanmu yang sesungguhnya dengan akurat”. Kelima: “Jadilah rendah
“Jadilah rendah hati.
Berbicaralah sesedikit mungkin tentang dirimu dan jangan memuji dirimu di
hadapan orang lain. Ia yang memuji dirinya sendiri, meskipun hal tersebut
adalah benar-benar hasil usahanya, berisiko kehilangan pandangan yang baik dari
orang lain. Ia yang hanya mencari pujian dan penghormatan dari orang lain bisa
dipastikan memiliki kepala kosong yang terisi oleh angin . . . dia tidak akan
memiliki kedamaian jiwa dan tidak akan dapat diandalkan dalam usahanya”.
Keenam: “Pikullah salib di punggungmu dan ambillah apa adanya, kecil atau
besar, entah dari teman atau musuh dan dari dari kayu apapun itu dibuat. Orang
yang paling cerdas dan bahagia adalah dia yang walaupun mengetahui bahwa dia
ditakdirkan untuk memikul salib seumur hidup, dengan sukarela dan pasrah
menerima yang Allah kirimkan kepadanya”.
Menemukan kebahagiaan
sejati tidaklah rumit. Semua orang, bahkan seorang anak kecil, bisa hidup
dengan aturan sederhana ini. Namun, resep di atas cukup melawan arus, bukan?
Cara-cara tersebut benar-benar berlawanan dengan apa yang dikatakan masyarakat
mengenai apa yang akan membuat kita bahagia. Sesungguhnya, tidak masalah apapun
yang masyarakat katakan. Orang-orang yang paling bersukacita adalah laki-laki
dan perempuan seperti Yohannes Bosco.
Mereka benar-benar selalu bahagia karena mereka telah menemukan rahasia bahwa
kekudusanlah yang merupakan kebahagiaan sejati. Dan mereka ingin kamu
menemukannya juga.
Doa kami:
Tuhan Yesus, mampukanlah
kami untuk dapat selalu hidup menuruti firmanMu dalam nas tsb diatas. Amin