“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan AnakNya yg tunggal, supaya setiap orang yg percaya kepadaNya
tidak binasa melainkan beroleh hidup yg kekal”. (Yohanes 3:16)
Ini adalah suatu kesaksian dari Jim Caviezel, pemeran Yesus dalam The Passion of the Christ yg sangat menyentuh hati : Saya tidak pernah membayangkan bahwa tantangan film ini jauh lebih sulit dari pada yg saya bayangkan, antara lain : Salib yang digunakan, diusahakan se-asli mungkin seperti yang dipikul oleh Yesus saat itu. Lalu ketika mereka meletakkan salib itu dipundak saya, saya kaget dan berteriak kesakitan, para kru film mengira itu akting yang sangat baik, padahal saya sungguh-sungguh terkejut. Salib itu terlalu berat, tidak mungkin orang biasa memikulnya, namun saya mencobanya dengan sekuat tenaga. Yang terjadi kemudian setelah dicoba berjalan, bahu saya copot, dan tubuh saya tertimpa salib yang sangat berat itu.
Dan sayapun
melolong kesakitan, minta pertolongan. Para kru film mengira itu suatu akting
yang luar biasa, mereka tidak tahu kalau saya dalam kecelakaan sebenarnya. Saat
dalam pemulihan dan penyembuhan, Mel Gibson menjenguk saya, lalu saya berkata
padanya bahwa saya tidak tahu kalau salib yang dipikul Tuhan Yesus seberat dan
se-menyakitkan seperti itu. Tapi kalau Tuhan Yesus mau saya memikul salib itu,
maka marilah kita teruskan film ini. Kemudian mereka mengganti salib itu dengan
ukuran yang lebih kecil dan dengan bahan yang lebih ringan, agar bahu saya
tidak terlepas lagi, dan mengulang seluruh adegan pemikulan salib itu.
Bagian
syuting selanjutnya adalah bagian yang mungkin sangat mengerikan, baik bagi
penonton dan juga bagi saya, yaitu syuting pencambukan Yesus. Saya gemetar
menghadapi adegan itu, karena cambuk yang digunakan itu sungguhan. Suatu waktu
para pemeran prajurit Roma itu mencambuk dan mengenai bagian sisi tubuh saya
yang tidak terlindungi papan pelindung transparan. Saya tersengat, berteriak
kesakitan, bergulingan ditanah. Semua kru kaget dan segera mengerubungi saya
untuk memberi pertolongan.
Tapi bagian
tersulit, bahkan hampir gagal dibuat yaitu pada bagian penyaliban. Lokasi
syuting di Italia saat itu hawanya sangat dingin, sedingin musim salju, para
kru dan figuran harus manggunakan mantel yang sangat tebal untuk menahan angin
dingin. Sementara saya harus telanjang dan tergantung diatas kayu salib, diatas
bukit yang tertinggi disitu. Angin dingin dari bukit itu bertiup seperti ribuan
pisau menghujam tubuh saya. Saya terkena "hypothermia", seluruh tubuh
saya lumpuh tak bisa bergerak, mulut saya gemetar bergoncang tak terkendalikan.
Mereka harus menghentikan syuting, karena nyawa saya jadi taruhannya.
Semua
tekanan, tantangan, kecelakaan dan penyakit membuat saya sungguh depresi.
Adegan-adegan tersebut telah membawa saya kepada batas kemanusiaan saya. Dari
adegan-ke adegan lain semua kru hanya menonton dan menunggu saya sampai pada
batas kemanusiaan saya, saat saya tidak mampu lagi baru mereka menghentikan
adegan itu. Ini semua membawa saya pada batas-batas fisik dan jiwa saya sebagai
manusia. Saya sungguh hampir tidak tahan dengan semua itu, sehingga seringkali
saya harus lari jauh dari tempat syuting untuk berdoa dan berseru kepada Tuhan
bahwa saya tidak mampu lagi, lalu memohon Tuhan agar memberi kekuatan bagi saya
untuk dapat melanjutkan semuanya ini. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana
ketika itu Yesus sendiri melalui semua itu, bagaimana menderitanya Dia. Tuhan
bukan sekedar mati disalib, tetapi juga mengalami penderitaan luar biasa yang
panjang dan sangat menyakitkan, bagi fisikNya maupun jiwaNya.
Dan
peristiwa terakhir yang merupakan mujizat dalam pembuatan film itu adalah saat
saya ada diatas kayu salib. Saat itu tempat syuting mendung gelap karena badai
akan datang, kilat sambung menyambung diatas kami. Saya ketakutan saat
tergantung diatas kayu salib itu, dan saya adalah objek yang paling tinggi
untuk dapat dihantam oleh petir. Baru saja saya berpikir ingin segera turun
karena takut pada petir, tiba-tiba saja sebuah petir menghantam & membuat
saya kesakitan luar biasa, disertai cahaya silau dan suara menggelegar sangat
kencang. Dan sayapun tidak sadarkan diri. Yang saya tahu kemudian ada banyak
orang yang memanggil-manggil meneriakkan nama saya, saat saya membuka mata
semua kru telah berkumpul disekeliling saya, sambil berteriak-teriak “dia
sadar! dia sadar!”. Apa yang telah
terjadi? tanya saya. Mereka bercerita bahwa sebuah petir telah menghantam saya
diatas salib itu, sehingga mereka segera menurunkan saya dari situ. Tubuh saya
menghitam karena hangus, dan rambut saya berasap, berubah menjadi model Don
King. Sungguh suatu mujizat & karena perlindungan Tuhan saja, bahwa saya
dapat selamat dari peristiwa itu.
Merenungkan
semuanya itu, seringkali saya bertanya, “Tuhan, apakah Engkau menginginkan film
ini dibuat? Mengapa semua kesulitan ini terjadi, apakah Engkau menginginkan
film ini untuk dihentikan”? Namun selama itu benar, kita harus terus melangkah.
Itu adalah suatu bentuk ujian terhadap iman kita, agar kita tetap dekat
padaNya, supaya iman kita tetap kuat dalam ujian. Selama syuting film itu ada
suatu hadirat Tuhan yang kuat melingkupi kami semua, seakan-akan Tuhan sendiri
berada disitu, menjadi sutradara & memampukan saya utk memerankan diriNya
sendiri.
Itu adalah
suatu pengalaman yang tak terkatakan. Semua yang ikut terlibat dalam film itu
mengalami lawatan Tuhan dan perubahan dalam hidupnya, tidak ada yang
terkecuali. Pemeran salah satu prajurit Roma yang mencambuki saya itu adalah
seorang muslim, setelah adegan tersebut, dia menangis dan menerima Yesus sebagai
Tuhannya. Adegan itu sudah begitu menyentuhnya.
Dan Tuhan
itu sungguh baik, walaupun memang film itu menjadi kontroversi. Tapi ternyata
ramalan yg mengatakan bahwa karir saya akan terhenti tidaklah terbukti. Berkat
Tuhan tetap mengalir dalam pekerjaan saya sebagai aktor. Tetapi saya harus
memilah-milah dan membatasi tawaran peran setelah saya memerankan film ini. Sebab sejak saya banyak bergumul & berdoa dalam film itu, maka “berdoa” telah menjadi
suatu kebiasaan yang tidak terpisahkan dalam hidup saya. Film itu telah
menyentuh dan mengubah hidup saya, saya berharap juga hal yang sama terjadi
pada hidup kita sema. Sungguh betapa besarnya kasih Tuhan bagi kita semua manusia
ciptaanNya. Renungan ini dikirimkan bagi kita semua dari salah seorang saudara kita seiman. Semoga bermanfaat dan Tuhan memberkati kita semua.
Doa kami:
Tuhan Yesus,
tolonglah kami utk dapat lebih menyadari betapa besarnya kasihMu, kerelaanMu, pengorbananMu
& penderitaanMu sampai mati diatas kayu salib bagi kami semua manusia
ciptaanMu. Amin