
Dalam renungan hari ini, kita membahas tentang "Pengorbanan yang sejati". Berbicara tentang "Pengorbanan" adalah sesuatu yang sulit kita lakukan, sebab ada sesuatu yang keluar, sesuatu yang rela saya berikan, sesuatu yang rela saya lepaskan. Apa yang dilakukan oleh Ester dalam bagian ini melampaui segala batas. Coba bayangkan dia berkata:"......kalau terpaksa aku mati, biarlah aku mati".
Ini perbuatan yang melampaui kerelaan manusia pada umumnya, tetapi demi keselamatan bangsanya dan demi Tuhan yang dia sembah, Ester bersedia korbankan dirinya. Bagi Ester, hidup ini adalah pengorbanan. Kristus Yesus telah rela berkorban untuk kita, apakah kita pun rela berkorban untuk sesama? Apa yang menjadi berkat bagi kita melalui renungan hari ini?
Pertama. Pengorbanan yang sejati adalah tanpa memandang semua pertimbangan hukum dunia, tradisi, kebiasaan hidup manusia(Ester 4:11). Bagaimana dengan hidup kita? Apakah kita juga tidak berkompromi dengan tradisi dan aturan dunia dan tidak mengorbankan kebenaran Firman Tuhan?
Demi mempertahankan kepercayaannya kepada Tuhan, serta mengasihi Tuhan dan bangsanya, Ester rela melakukan apa saja termasuk mengambil risiko terhadap ancaman peraturan hukum dunia.
Kedua. Pengorbanan yang sejati adalah tanpa memikirkan kepentingan pribadinya, harga dirinya, tetapi rela melepaskan segalanya demi Tuhan dan demi keluarganya, bangsanya(Ester 4:14-15). Masih ingatkah saudara kisah tentang Zakheus dalam kitab Lukas 19:1-9? Dia tidak peduli tentang harga dirinya, dia adalah seorang kepala pemungut cukai, dia orang kaya, dia orang ternama, orang hebat, tetapi dia tinggalkan semuanya itu dan bahkan dia rela naik memanjat pohon, hanya karena ingin melihat dan bertemu dengan Yesus.
Dan setelah bertemu dengan Yesus, maka hidupnya dipulihkan. Dan dia rela membayar harga atas kehidupannya yang lama dengan berkata: Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang ku-peras dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.(Lukas 19:8) Inilah pengorbanan sejati, bukan saja dengan kata-kata tetapi perbuatan dan dalam kebenaran.
Ketiga. Pengorbanan yang sejati adalah tanpa memandang harga pertaruhan hidup kita yaitu kematian. Tidak memikirkan lagi nyawa/hidup ini demi Kristus dan sesama. Kalau kita mencintai Yesus, maka kita tidak mempertahankan status ke-ego-an kita secara manusiawi lagi. Prinsip yang dilakukan Ester dalam hal ini, adalah ia memberikan semua apa yang ia miliki, yaitu seluruh hidupnya, bukanlah apa yang lebih daripadanya.
Kalau kita memberi korban persembahan dari kelebihan kita untuk Tuhan atau sesama, maka itu adalah hal yang biasa, sebab orang dunia juga melakukan hal itu. Seseorang yang menyimpan uangnya di Bank dan berkata: Bunganya saja yang saya berikan kepada Tuhan, kepada orang miskin, untuk pelayanan Tuhan, tetapi "pokok"-nya jangan, nanti tidak bisa berkembang. Tetapi Ester berbeda, ia memberikan "pokok"nya, bukan bunganya.
Demikian juga halnya dengan pengorbanan kita; karena Kristus Yesus sudah menderita penderitaan badani, bahkan sampai rela mati disalib sebagai koban penebus dosa manusia, maka kita pun harus juga mempersenjatai diri kita dengan pikiran yang demikian, karena kalau kita telah menderita penderitaan badani, maka kita telah berhenti berbuat dosa, supaya waktu yang sisa dalam hidup kita ini, janganlah kita pergunakan menurut keinginan kita, tetapi menurut kehendak Allah. (1 Petrus 4:1-2)
Doa kami:
Tuhan Yesus, ajarlah dan mampukan kami berkorban seperti apa yang Engkau kehendaki! Amin
Ini perbuatan yang melampaui kerelaan manusia pada umumnya, tetapi demi keselamatan bangsanya dan demi Tuhan yang dia sembah, Ester bersedia korbankan dirinya. Bagi Ester, hidup ini adalah pengorbanan. Kristus Yesus telah rela berkorban untuk kita, apakah kita pun rela berkorban untuk sesama? Apa yang menjadi berkat bagi kita melalui renungan hari ini?
Pertama. Pengorbanan yang sejati adalah tanpa memandang semua pertimbangan hukum dunia, tradisi, kebiasaan hidup manusia(Ester 4:11). Bagaimana dengan hidup kita? Apakah kita juga tidak berkompromi dengan tradisi dan aturan dunia dan tidak mengorbankan kebenaran Firman Tuhan?
Demi mempertahankan kepercayaannya kepada Tuhan, serta mengasihi Tuhan dan bangsanya, Ester rela melakukan apa saja termasuk mengambil risiko terhadap ancaman peraturan hukum dunia.
Kedua. Pengorbanan yang sejati adalah tanpa memikirkan kepentingan pribadinya, harga dirinya, tetapi rela melepaskan segalanya demi Tuhan dan demi keluarganya, bangsanya(Ester 4:14-15). Masih ingatkah saudara kisah tentang Zakheus dalam kitab Lukas 19:1-9? Dia tidak peduli tentang harga dirinya, dia adalah seorang kepala pemungut cukai, dia orang kaya, dia orang ternama, orang hebat, tetapi dia tinggalkan semuanya itu dan bahkan dia rela naik memanjat pohon, hanya karena ingin melihat dan bertemu dengan Yesus.
Dan setelah bertemu dengan Yesus, maka hidupnya dipulihkan. Dan dia rela membayar harga atas kehidupannya yang lama dengan berkata: Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang ku-peras dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.(Lukas 19:8) Inilah pengorbanan sejati, bukan saja dengan kata-kata tetapi perbuatan dan dalam kebenaran.
Ketiga. Pengorbanan yang sejati adalah tanpa memandang harga pertaruhan hidup kita yaitu kematian. Tidak memikirkan lagi nyawa/hidup ini demi Kristus dan sesama. Kalau kita mencintai Yesus, maka kita tidak mempertahankan status ke-ego-an kita secara manusiawi lagi. Prinsip yang dilakukan Ester dalam hal ini, adalah ia memberikan semua apa yang ia miliki, yaitu seluruh hidupnya, bukanlah apa yang lebih daripadanya.
Kalau kita memberi korban persembahan dari kelebihan kita untuk Tuhan atau sesama, maka itu adalah hal yang biasa, sebab orang dunia juga melakukan hal itu. Seseorang yang menyimpan uangnya di Bank dan berkata: Bunganya saja yang saya berikan kepada Tuhan, kepada orang miskin, untuk pelayanan Tuhan, tetapi "pokok"-nya jangan, nanti tidak bisa berkembang. Tetapi Ester berbeda, ia memberikan "pokok"nya, bukan bunganya.
Demikian juga halnya dengan pengorbanan kita; karena Kristus Yesus sudah menderita penderitaan badani, bahkan sampai rela mati disalib sebagai koban penebus dosa manusia, maka kita pun harus juga mempersenjatai diri kita dengan pikiran yang demikian, karena kalau kita telah menderita penderitaan badani, maka kita telah berhenti berbuat dosa, supaya waktu yang sisa dalam hidup kita ini, janganlah kita pergunakan menurut keinginan kita, tetapi menurut kehendak Allah. (1 Petrus 4:1-2)
Doa kami:
Tuhan Yesus, ajarlah dan mampukan kami berkorban seperti apa yang Engkau kehendaki! Amin