“Seorang sahabat menaruh
kasih setiap waktu, dan menjadi saudara dalam kesukaran”. (Amsal 17:17)
Ada suatu kisah menarik
yg disampaikan dalam suatu renungan atau khotbah pada suatu ibadah/misa di sebuah
gereja.
Setiap sore, ada seorang
perempuan yg telah lanjut usianya masuk kedalam suatu warung makan. Dia memesan
kopi dan sedikit kue. Dia memperhatikan segala sesuatu disekelilingnya dan
bercakap-cakap dengan pengunjung lain yg kebetulan ada disitu. Nyatalah, bahwa dia
menikmati kunjungan itu sebagai satu-satunya
yg membawa variasi dan penghiburan dalam hidupnya sehari-hari, yg serba sama
saja.
Kunjungannya itu telah memberikan
warna kepada hidupnya dan kesempatan untuk beramah-tamah dengan sesamanya.
Tetapi pada suatu hari, dia tidak datang lagi ke warung makan itu, demikian
juga pada hari-hari berikutnya dia juga tidak kelihatan lagi.
Namun, pada suatu hari
pemilik warung makan itu kebetulan bertemu dg perempuan tua itu dijalan.
Kemudian pemilik warung makan itu bertanya kepada ibu itu: Adakah ibu
barangkali sakit ? Perempuan itu sangat malu, tetapi akhirnya dia mau menceritakan
apa yg telah terjadi dan memberatkan hatinya, lalu dia menjawab: Aku suka sekali datang ke warung makan bapak,
karena itu adalah merupakan satu-satunya kegembiraan dalam hidupku.
Tetapi masalahnya, sejak
beberapa waktu yg lalu puteraku dan istrinya, meminta aku agar aku masuk
kedalam rumah jompo, supaya mereka dapat lebih bebas menerima tamu mereka
dimana dirumahnya, dimana aku menumpang.
Uang pemondokkan di rumah
jompo disana sangat mahal, sehingga menghabiskan uang pensiunku.
Oleh sebab itu, aku tidak
punya uang lagi untuk mengunjungi warung makan bapak, memang sayang sekali !
Lalu bapak pemilik warung
makan itu dengan sangat senang hati mengundang perempuan itu untuk setiap
hari datang lagi ke warung makannya,
tanpa harus membayar. Dan kedatangannya itu sangat dihargai oleh si bapak
pemilik warung itu.
Dan sejak saat itu, ada beberapa
waktu lamanya perempuan tua itu masih dapat menggunakan kesempatan itu. Dan syukurlah
bahwa perempuan tua itu pada saat-saat terakhir dalam hidupnya, dia masih dapat
mengalami tanda-tanda cinta kasih persahabatan yg sungguh-sungguh.
Memang diperlukan suatu
tindakan yg nyata untuk dapat lebih perduli kepada sesama, terutama mereka yg
membutuhkan. Untuk itu marilah kita sebagai orang-orang yg percaya kepada
Tuhan, meniru teladan dari pemilik warung makan itu, sesuai dg keadaan & situasi
kita masing-masing. Agar dengan demikian hidup kita dan hidup orang lain-pun
akan menjadi lebih kaya dan menarik !
Demikian juga halnya dengan
persahabatan kita dg Tuhan Yesus Kristus, agar kita dapat menjadi sahabatNya (Yohanes
15:14), maka kita juga perlu melakukan suatu tindakan yg nyata dalam hidup
kita.
Jikalau kita tidak dapat
memperdulikan, menolong, atau mengasihi sesama kita, atau rela berkorban bagi
mereka; mana mungkin “kasih Tuhan ada dalam diri kita”, dan mana mungkin kita
bisa menjadi sahabatnya Tuhan? (Yohanes 15:12-13,17 dan 1 Yohanes 3:17)
Doa kami :
Tuhan Yesus, ajarlah
& mampukanlah kami setiap hari ,agar dapat mengasihi seorang akan yg lain
dg lebih sungguh lagi. Amin