
Ayat firman Tuhan dalam nas diatas sudah seringkali kita dengar, tetapi pada hari ini kita akan merenungkannya dari aspek yang lain. Adalah suatu kenyataan bahwa sebagian besar daripada tujuan hidup manusia adalah mencari dan menikmati kebahagiaan. Tetapi kebahagiaan itu, ternyata ada bermacam-macam kwalitasnya, ada kebahagiaan yang lebih baik dan langgeng sifatnya. Dan tentunya kita ingin memperoleh kebahagiaan yang lebih langgeng, bukan?
Menurut firman Tuhan, ternyata "kebahagiaan memberi", adalah lebih baik kwalitasnya daripada "kebahagiaan menerima".
Dalam hal "memberi atau menerima" apa? Ya apa saja, misalnya dalam: "memberi atau menerima" bantuan, memberi atau menerima materi/uang, kasih, perhatian, pertolongan, memberi/menerima kekuasaan, kebebasan atau keleluasan atau kemerdekaan dan lai-lain.
Kalau kita memberi materi/uang kepada orang yang membutuhkan, maka hal itu akan membuat kita lebih bahagia, daripada kebahagiaan yang kita rasakan apabila kita menerima materi/uang dari seseorang. Kenapa ?
Sebab ketika kita menerima bantuan materi/uang dari seseorang, maka biasanya kita akan merasa berhutang budi kepada orang itu (terkecuali kalau kita adalah orang yang malas dan bebal), dan budi orang itu kadang-kadang tidak bisa kita bayar, sehingga memberatkan hati kita seumur hidup. Selain itu ketika kita menerima sesuatu dari seseorang, kita juga tidak tahu, apakah maksud orang itu? Apakah ia telah memberinya kepada kita dengan pamrih atau terpaksa atau dengan pamrih/maksud yang terselubung lainnya yang tidak kita ketahui. Sehingga membuat hidup kita selalu was-was penuh pertanyaan. Hal itu akan membuat kita tidak dapat sepenuhnya menikmati kebahagiaan.
Demikian juga halnya ketika kita menerima kekuasaan/kebebasan/keleluasaan dari pasangan kita, sebab kita tidak tahu apa maksud dari pasangan kita itu ? apakah dia hanya berpura-pura saja memberi kita kebebasan/ke-leluasaan untuk pergi jalan-jalan atau berbelanja sendiri atau bersama teman-teman? Padahal biasanya karena berbagai alasan, dia selalu mengekang kebebasan kita dan melarang kita pergi jalan-jalan sendiri atau dengan teman-teman, tanpa dia. Hal itu juga akan membuat hidup kita selalu was-was, penuh pertanyaan dan membuat kita tidak dapat sepenuhnya menikmati kebahagiaan.
Sedangkan kalau kita misalnya adalah pihak yang memberi kebebasan/keleluasaan kepada pasangan kita, maka kita tidak perlu pusing-pusing/repot-repot memikirkan, apakah pasangan kita itu akan jadi curiga dengan sikap kita berbeda ini atau tidak. Biar saja, nanti juga dia akan tahu, bahwa kita memang memberi kebebasan/keleluasaan itu kepadanya dengan tulus, supaya dia berbahagia. Sehingga hal ini akan membuat hati kita terasa lebih berbahagia tanpa was-was.
Selain itu berhati-hatilah, kalau misalnya kita tidak mau memberi/berbagi kekuasaan dengan sesama, maka biasanya akan membuat "kebahagiaan yang kita punyai" akan lebih cepat lenyap/hilang, bahkan akan membuat kita menderita.
Contohnya adalah Khadafy dan kroninya, yang pernah berkuasa sangat lama di Libya saat itu; dimana dia hidupnya sangat berkuasa, bebas, berlimpah harta dan kenyamanan. Tetapi karena dia tidak mau "memberi/berbagi" kekuasaan/kebebasan/keleluasaan kepada rakyatnya dalam hal memilih pemimpinnya; maka akibatnya rakyatnya merasa tertekan, tidak nyaman dan tidak puas terhadap pemimpinnya. Dan akibat tertekan dan ketidakpuasan yang terpendam dalam hati rakyatnya itu selama itu, maka tiba-tiba mereka meledak dan mereka berontak. Dan akhirnya Khadafy pun dijatuhkan dari kekuasaannya. Sehingga semua kebahagiaan yang pernah dinikmatinya itu, tiba-tiba hilang lenyap; bahkan matinya Khadafy pun sangat mengenaskan.
Doa kami:
Tuhan Yesus, jadikanlah kami pelaku firmanMu, terutama dalam hal memberi daripada menerima, sehingga kami beroleh kebahagiaan yang lebih baik dan langgeng.Amin
Menurut firman Tuhan, ternyata "kebahagiaan memberi", adalah lebih baik kwalitasnya daripada "kebahagiaan menerima".
Dalam hal "memberi atau menerima" apa? Ya apa saja, misalnya dalam: "memberi atau menerima" bantuan, memberi atau menerima materi/uang, kasih, perhatian, pertolongan, memberi/menerima kekuasaan, kebebasan atau keleluasan atau kemerdekaan dan lai-lain.
Kalau kita memberi materi/uang kepada orang yang membutuhkan, maka hal itu akan membuat kita lebih bahagia, daripada kebahagiaan yang kita rasakan apabila kita menerima materi/uang dari seseorang. Kenapa ?
Sebab ketika kita menerima bantuan materi/uang dari seseorang, maka biasanya kita akan merasa berhutang budi kepada orang itu (terkecuali kalau kita adalah orang yang malas dan bebal), dan budi orang itu kadang-kadang tidak bisa kita bayar, sehingga memberatkan hati kita seumur hidup. Selain itu ketika kita menerima sesuatu dari seseorang, kita juga tidak tahu, apakah maksud orang itu? Apakah ia telah memberinya kepada kita dengan pamrih atau terpaksa atau dengan pamrih/maksud yang terselubung lainnya yang tidak kita ketahui. Sehingga membuat hidup kita selalu was-was penuh pertanyaan. Hal itu akan membuat kita tidak dapat sepenuhnya menikmati kebahagiaan.
Demikian juga halnya ketika kita menerima kekuasaan/kebebasan/keleluasaan dari pasangan kita, sebab kita tidak tahu apa maksud dari pasangan kita itu ? apakah dia hanya berpura-pura saja memberi kita kebebasan/ke-leluasaan untuk pergi jalan-jalan atau berbelanja sendiri atau bersama teman-teman? Padahal biasanya karena berbagai alasan, dia selalu mengekang kebebasan kita dan melarang kita pergi jalan-jalan sendiri atau dengan teman-teman, tanpa dia. Hal itu juga akan membuat hidup kita selalu was-was, penuh pertanyaan dan membuat kita tidak dapat sepenuhnya menikmati kebahagiaan.
Sedangkan kalau kita misalnya adalah pihak yang memberi kebebasan/keleluasaan kepada pasangan kita, maka kita tidak perlu pusing-pusing/repot-repot memikirkan, apakah pasangan kita itu akan jadi curiga dengan sikap kita berbeda ini atau tidak. Biar saja, nanti juga dia akan tahu, bahwa kita memang memberi kebebasan/keleluasaan itu kepadanya dengan tulus, supaya dia berbahagia. Sehingga hal ini akan membuat hati kita terasa lebih berbahagia tanpa was-was.
Selain itu berhati-hatilah, kalau misalnya kita tidak mau memberi/berbagi kekuasaan dengan sesama, maka biasanya akan membuat "kebahagiaan yang kita punyai" akan lebih cepat lenyap/hilang, bahkan akan membuat kita menderita.
Contohnya adalah Khadafy dan kroninya, yang pernah berkuasa sangat lama di Libya saat itu; dimana dia hidupnya sangat berkuasa, bebas, berlimpah harta dan kenyamanan. Tetapi karena dia tidak mau "memberi/berbagi" kekuasaan/kebebasan/keleluasaan kepada rakyatnya dalam hal memilih pemimpinnya; maka akibatnya rakyatnya merasa tertekan, tidak nyaman dan tidak puas terhadap pemimpinnya. Dan akibat tertekan dan ketidakpuasan yang terpendam dalam hati rakyatnya itu selama itu, maka tiba-tiba mereka meledak dan mereka berontak. Dan akhirnya Khadafy pun dijatuhkan dari kekuasaannya. Sehingga semua kebahagiaan yang pernah dinikmatinya itu, tiba-tiba hilang lenyap; bahkan matinya Khadafy pun sangat mengenaskan.
Doa kami:
Tuhan Yesus, jadikanlah kami pelaku firmanMu, terutama dalam hal memberi daripada menerima, sehingga kami beroleh kebahagiaan yang lebih baik dan langgeng.Amin
:)